Jenuh, keluhmu.
Keluarlah sejenak dari kepalaku
kalau begitu,
tapi jangan jauh-jauh, nanti kau
terhanyut dengan kehidupan indah lainnya diluar kepalaku.
Sembari berjalan-jalan, aku
menantimu disini.
Mencoba bersahabat dengan rindu. Belajar
meyakini apa yang ku nanti.
Ketahuilah, setelah lima ratus
sekian hari,
bahagia dan rinduku masih berlomba-lomba
menari-nari.
Semakin membuncah tiap harinya.
Tak pernah sedikitpun berkurang.
Aah, kau sungguh semesta
kesayanganku.
Sampai kau mengenal pedang dan
belajar bagaimana menggunakannya.
Berkali-kali, kau tikam aku.
Kau robek kepalaku dengan pedang
itu,
Hanya untuk melepaskan diri dari
kepalaku.
Meski dengan jumawa kau tinggalkan
aku,
Meski saat kau temukan bahagia
diluar kepalaku,
Aku tidak mati, tidak akan, sayang.
buncahan rinduku terhadapmu tidak
akan hilang.
(Malang, 13rd May. Ditulis dengan mata mendung dan cuaca yang mendung.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar