Rabu, 29 Januari 2014

Pensiun


Hai, aku akhir-akhir ini semacam sudah malas menulis. Bahkan sempat berpikir, bagaimana kalau aku menyerah saja? Menulis ternyata tidak gampang. Aku semacam kehilangan semangat menulis. Semacam kehilangan kata-kata, dan semacam tidak bisa lagi berpikir apa yang harus ku tulis. Mentalku, mental tempe. :(
Mungkin aku tidak akan berhenti untuk menulis. Oke! Mengetik! Bukan menulis!
Mungkin akan semakin jarang posting-posting tulisan geje lagi. Dan biasanya notes di hp hampir setiap hari ada ketikan baru, tapi sekarang, terakhir ngetik-ngetik itu, entahlah, aku lupa kapan. Aku terlalu malas untuk melihat hp-ku. Mau merangkai kata tentang patah hati atau yang galau-galau begitu pun aku kesulitan, padahal dulu, mudah sekali kata-kata itu memenuhi kepala berontak minta untuk dikeluarkan. Mau ngetik tentang kesenangan yang akhir-akhir ini menghampiri, pun sulit rasanya.

Selasa, 07 Januari 2014

Terbebas


Keadaan yang seperti ini yang sulit sekali buat aku bisa tahan sendiri.
Aku sejatinya sangat membutuhkan Ayah.
Sangat membutuhkan Ayah bijak yang bisa menenangkan.
Ayah yang bisa membuat tumpahan air mata ini berhenti.
Ayah yang bisa menemani saat aku masih terjaga tengah malam.
Ayah yang membantu menyamarkan suara hujan saat aku mulai ketakutan.
Kenapa harus aku yang tidak punya Papa? Kenapa bukan yang lainnya?
Dan kenapa harus ada keluarga yang tidak lengkap?
Dan kenapa mereka yang masih lengkap orang tuanya sangat tidak menghargai apa yang dia punya?
Malah membenci Ayahnya, malah membenci Ibunya.
Tidak berfikir bahwa ada beberapa yang menahan kepahitan hidup tanpa orang tua lengkap di luar sana yang menderita.
Aku baru saja kehilangan lelaki hebat dalam hidupku.
Hebat? Dia tidak hebat, hanya saja, entahlah dia sama sekali tidak hebat.
Aku tidak tahu apa perannya dalam hidupku selama beberapa lama belakangan ini.
Entah untuk apa Tuhan membuatku jatuh cinta padanya.
Yang ku tahu, dia semacam sengaja menguji kuatku dengan menyakiti aku.
Membuat aku menangis, bahkan sampai akhir hubungan pun tidak sama sekali dia berbaik sikap padaku.
Jangan tanyakan seperti apa rasaku saat ini.
Air mataku sulit keluar karena begitu hebatnya dia bisa selalu berhasil mengecewakan aku.
Dia paling bisa membuat orang yang menyayanginya kecewa.
Paling bahagia saat cara menyakiti yang dia pelajari entah dimana berhasil di praktekkannya.
Ahh, mantan kekasih tersayangku itu sangat hebat dalam hal menyakiti, tentunya. 

(01.45 08012014, menulis dengan suara hujan jahanam yang tidak tahu diri menari-nari di atas atap tanpa henti)