Kamis, 27 Maret 2014

Kepala

Berapa kali sudah kau dibunuh oleh kepalamu sendiri?
Dan berapa kali pula kau menyurukkan dirimu untuk dibunuh oleh kepalamu sendiri?
Lantas, bisakah bahagiamu kau jemput?
Terus sajalah dikendalikan oleh kepalamu.
Kepalamu itulah yang menghambat bahagia merengkuhmu.
Kepalamu jugalah yang menjauhkan mereka yang ingin membahagiakanmu.
Entah apa dulu yang kau tanamkan di kepalamu, sehingga dia menjadi begitu bedebahnya terhadapmu.
Ajak kepalamu memikirkan dan merenungkan hal yang menyenangkan,
usah memikirkan sesuatu yang bisa menghancurkan keindahan tata suryamu,
yang telah bersusah payah kau susun sedemikian rupa agar tenang semestamu.

Minggu, 16 Maret 2014

Peran

Jemari dan dadanya, adalah tempat ibadah dimana para lelaki yang mengasihinya melarungkan diri, merebahkan pulang dan menyandarkan kepala yang penat.
Tiada satu dari lelaki itu yang pernah menyangka, bahwa hatinya ternyata rumah untuk setan berpesta pora.
Memainkan peran sebagai wanita lugu yang seakan teralu sering dibodohi, sehingga semua berbondong berebut hanya untuk menjaga, melindungi dan mengasihinya.
Entah apa yang ada di kepalanya saat memainkan peran tersebut.
Dan lucunya, wanita ini tidak pernah puas dengan apa yang telah dia dapat dari perannya itu.
Padahal tubuhnya telah bermandikan kasih sayang dari berbagai lelaki sekitarnya yang selalu ingin merebut hatinya.
Tidak ada satupun dari lelaki-lelaki itu yang pernah bisa memecahkan isi kepala wanita ini.
Dan tidak ada satupun yang bisa membuat wanita ini memuntahkan isi hatinya dengan gamblang.

Kamis, 13 Maret 2014

Benci

Aku benci dengan pergimu.
Aku benci dengan keputusanmu meninggalkanku.
Aku benci harus menelan lamat-lamat kepahitan tentang aku yang ternyata bukan tempatmu pulang.
Aku bukan tujuanmu untuk pulang.
Aku benci, sebab bukan kamu lagi tempat yang selalu ingin tuju.
Aku benci bahwa rumahku sudah tidak ada lagi.
Aku benci mengapa dulu ku tetapkan kamu adalah pulangku.
Benci karena tidak memiliki tempat untuk meruahkan penat dan hiruk pikuk kepalaku lagi.
Benci karena tidak ada lagi bahu pengganti bantal dan dada hangat pengganti gulingku.
Benci karena tidak lagi nafasmu menjalari tengkukku.
Benci karena mau tidak mau harus kehujanan dan melawan hujan sendiri tanpa kamu yang datang memberi tempat teduh seperti dulu.
Benci karena di mimpiku, kamu masih ada.

Kamis, 06 Maret 2014

Tanggal

Aku tidak terlalu memerhatikan tanggalan.
Aku hanya gemar menghitung hari. Menghitung berapa ratus sekian hari yang telah kita habiskan bersama.
Dan menghitung berapa ribu sekian hari yang telah ku habiskan tanpamu.
Kamu telah menemukan pulangmu. Sementara aku, masih mengira-ngira pada siapa akan pulang.
Mencari pulang yang sama nyamannya saat pulang padamu, sangat sulit.
Terlalu sulit.
Selamat hari ke-dua-ribu-sekian, kamu.