Wanita yang hampir menyerah
tunduk di bawah tirani kekasihnya, dia yang berpeluh sekuat tenaga mencoba untuk
tetap bertahan. Hanya mengikut kata hatinya tanpa jenuh berjuang menerjang
karang dengan kaki telanjang menghadapi kekasihnya. bertahan demi membuktikan
cintanya pada kawan yang tak satupun mengindahkan hubungannya. Wanita yang
menanamkan dalam hatinya sebuah harapan dan angan pada sebuah dahan rapuh,
bahwa suatu saat pria yang dia cintai bisa berubah menjadi sosok yang lebih
baik, yang bisa diharapkan dan bisa melepaskan tirani atasnya. Membuktikan bahwa
lelakinya tidak seperti apa yang mereka duga.
Bukan main, lelahnya menghadapi
kawan yang selalu bermuram durja setiap bertemu, karena tak juga dia
meninggalkan kekasih yang kata kawannya sangat tidak pantas untuk mendampingi
dan memiliki dia. Bulir butir air bening yang selalu bermuara, tak juga bisa
mengubah lelakinya, sampai sekarang, menjalani hari dengan kaki telanjang yang
hampir melepuh, tak juga melelahkannya, menyerahkan diri di lautan perih dan
lara, seperti menikmati, berjalan dengan riang tanpa sadar hati terkikis
sebelah.
Getir dia hadapi sendiri,
lelakinya hanya bersamanya saat bahagia, namun menghilang saat susah
menghampiri, meninggalkan dia mengemas susah sedihnya sendirian.
Sampai dititik dimana si wanita
akhirnya lelah, lelah bertahan dan berjuang, sendirian, iya, sendiri. Tanpa
lelakinya. Melepaskan diri, mungkin sudah satu-satunya jalan, ketimbang
terhunus lara, tertikam kecewa, tenggelam oleh airmata sendiri, dan melumat
luka terus-menerus. Menyerah dan bertahan sama-sama menyakitkan. Namun bertahan
untuk sesuatu yang sia-sia, untuk apa? Tak ada hasil, sia-sia semua usaha
pembuktiannya kepada kawan-kawannya. Tangan mengepal
merapal Doa tulus meminta kebahagiaan untuk lelakinya dan dirinya, dan Doa
untuk kawannya agar tidak menertawakan penyerahaannya.