Minggu, 02 Juni 2013

Dia.

Wanita yang hampir menyerah tunduk di bawah tirani kekasihnya, dia yang berpeluh sekuat tenaga mencoba untuk tetap bertahan. Hanya mengikut kata hatinya tanpa jenuh berjuang menerjang karang dengan kaki telanjang menghadapi kekasihnya. bertahan demi membuktikan cintanya pada kawan yang tak satupun mengindahkan hubungannya. Wanita yang menanamkan dalam hatinya sebuah harapan dan angan pada sebuah dahan rapuh, bahwa suatu saat pria yang dia cintai bisa berubah menjadi sosok yang lebih baik, yang bisa diharapkan dan bisa melepaskan tirani atasnya. Membuktikan bahwa lelakinya tidak seperti apa yang mereka duga.
Bukan main, lelahnya menghadapi kawan yang selalu bermuram durja setiap bertemu, karena tak juga dia meninggalkan kekasih yang kata kawannya sangat tidak pantas untuk mendampingi dan memiliki dia. Bulir butir air bening yang selalu bermuara, tak juga bisa mengubah lelakinya, sampai sekarang, menjalani hari dengan kaki telanjang yang hampir melepuh, tak juga melelahkannya, menyerahkan diri di lautan perih dan lara, seperti menikmati, berjalan dengan riang tanpa sadar hati terkikis sebelah.
Getir dia hadapi sendiri, lelakinya hanya bersamanya saat bahagia, namun menghilang saat susah menghampiri, meninggalkan dia mengemas susah sedihnya sendirian.
Sampai dititik dimana si wanita akhirnya lelah, lelah bertahan dan berjuang, sendirian, iya, sendiri. Tanpa lelakinya. Melepaskan diri, mungkin sudah satu-satunya jalan, ketimbang terhunus lara, tertikam kecewa, tenggelam oleh airmata sendiri, dan melumat luka terus-menerus. Menyerah dan bertahan sama-sama menyakitkan. Namun bertahan untuk sesuatu yang sia-sia, untuk apa? Tak ada hasil, sia-sia semua usaha pembuktiannya kepada kawan-kawannya. Tangan mengepal merapal Doa tulus meminta kebahagiaan untuk lelakinya dan dirinya, dan Doa untuk kawannya agar tidak menertawakan penyerahaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar