Rabu, 06 Juli 2016

Begini

Lagi-lagi ini tentang kesetiaan, percaya, dan lelaki.
Bisakah dianggap tidak setia, seorang lelaki yang merengek memintamu untuk menikahinya, menggunakan Ibumu untuk nenyeretmu agar mau pulang dan memenuhi pintanya, tapi terungkap memiliki wanita lain?
Aku tidak punya perasaan apapun padanya, dan aku tidak pernah menginginkan dia menjadi pendampingku kelak. Tidak pernah menjanjikan apapun padanya. Berulang aku menolak pintanya. Tapi dia terlalu gigih untuk kemudian menyerah dengan hasratnya.
Namun, saat mengetahui perlakuannya yang demikian, aku sesak nafas. Entah mengapa merasa sangat kecewa. Lelaki yang ku kira benar menginginkanku, ternyata belum bisa menjaga kelakuan dan tuturnya.
Perkataannya yang hanya menginginkan aku dan bukan wanita lain saat ku suruh pergi menikah dengan orang yang selain aku, apa hanya rayuan? Agar aku jatuh, dan kemudian dibunuh dengan kecewa atas tingkahnya?
Sekali lagi, aku mempertanyakan, di mana letak kesetiaan? Iman percaya yang coba ku hadirkan pada setiap orang, seketika memudar. Tidak, aku belum meletakkan percayaku, karena aku tidak pernah mengharap apapun dari padanya. Untunglah. Tapi melihat yang demikian. Tidak percaya pun aku bisa dihempas olehnya. Bagaimana kalau tadinya aku memercayai dia?
Mau berdalih, dia melakukan hal demikian karena lelah atas penolakan dariku? Ya, kalau sudah ditolak, hentikan semuanya. Buang semua keinginan dan pinta yang dia umbar kepadaku dan Ibuku. Tinggalkan aku, biarkan aku bernafas tanpa dikungkung atas tekanan akan dia.
Mau menuding dia demikian karena memang belum ada kepastian apapun dariku dan dia berhak dengan sesiapapun sebelum terjadi ikatan? Tolonglah!
Ah, dan lagi, aku tidak sanggup membayangkan jika aku berada di posisi wanita yang saat ini menjadi kekasihnya, jika lelaki itu akhirnya menikah denganku, apa tidak hancur perasaan wanita itu?
Lelaki bajingan!