Sabtu, 12 November 2016

Hari


Empat ratus sekian hari, sudah dijalani, sudah dilewati. Masih takjub dengan skenario Tuhan yang tidak pernah terpikirkan oleh nalar kita, perbuatan tangannya yang terlalu luar biasa.
Empat ratus sekian hari berlalu sudah, namun doa masih terus dipanjatkan tidak mengenal sudah.

Empat ratus sekian hari lepas dari pandangan, dan aku tidak pernah berhenti memanjatkan syukurku kita telah dipertemukan. Sekian banyak hari telah kita lalui, perlakuanmu selalu mudah membuat rona pada pipi, walau tak jarang pula kamu pun sempat meretakkan hati. Namun semuanya itu memang harus dialami, senang sedih asalkan denganmu pasti bisa kita tapaki.

Aku bisa terkagum-kagum hanya dengan melihatmu tersenyum. Tidak perlu menjadi pahlawan, padamu aku telah menjatuhkan pilihan. Ada satu hal yang tidak bisa ku ungkapkan dengan kata, saat aku bisa dengan lantang mendeklarasikan pada seisi semesta bahwa kamulah satu-satunya. Bahwa segala sesuatu terlihat sempurna saat kamu ada. Kini, ada hati yang kemudian bisa terbangun dari tidur panjangnya. Ada hati yang mulai tidak khawatir terhadap apapun itu. Ada hati yang perlahan mau mengerti dan kini mau berteman akrab dengan kesabaran. Padahal dulu, ada hati yang pernah takut mencoba semuanya itu, ada hati yang terlalu takut membuang jauh ego dan tidak mau mengenal kalah. Ada hati yang tidak bisa mengusir khawatir. Sesederhana itu kamu hadir. Sesederhana itu kamu bisa meyakinkan bahwa semua akan lebih baik.

Kita dipertemukan untuk bisa saling mendewasakan. Dan aku berharap semoga kelak kita bisa disatukan. Bukan untuk dipisahkan. Semoga bagimu aku adalah rumah, bukan tempat singgah. Aku yakin kamu adalah orang yang tepat, maka pada yang selain kamu kututup pintu rapat-rapat. Luka yang dari padamu tidak pernah kusesali. Karena itu bisa membuatku belajar untuk menerima dan lebih mendewasakan hati. Semoga semuanya ini tidak menjadi sia-sia. Karena rencana Tuhan tidak ada yang bisa ditebak oleh manusia.



(Tulisan yang dibuang sayang.)

Rabu, 05 Oktober 2016

Pernah

Tidak ada kata pisah. Kita menjauh sebagaimana seharusnya. Dari awal memang tidak ada kata atau janji untuk saling mengikat. Saat kita saling meninggalkan, tidak ada yang bisa menahan langkah kita. Tidak ada yang bisa diberatkan dari hubungan yang memang tidak terjelaskan sebelumnya. Sekian ratus hari kita habiskan bersama. Entah kapan awalnya, akhirnya kapan pun aku tidak tahu pasti. Yang pasti, kita kembali tidak menyapa, tidak mengenal seperti saat pertama. Di dunia nyata, pun di dunia maya. Aku tidak menyayangkan, kamu pun. Sehingga tidak ada yang kembali ke jalan kita kemarin. Kamu tidak menunggu, aku pun. Kita tidak bersepakat, tidak juga saling menjanjikan. Aku tidak merasa ditinggalkan. Perasaan kecewa atau patah hati, tidak kurasakan. Sungguh. Aku pun kebingungan karenanya. Tidak ada marah pun sedih. Hanya saja, dari sekian ratus hari tersebut, sesekali aku teringatkan. Entah itu sebuah tempat, sebuah lagu, atau sebuah pesan suara yang ternyata masih tersimpan. Apa kamu juga demikian? Tidak banyak yang tahu tentang kita. Hanya sekepalan tangan dari temanku yang mengenalmu, dan mengira kita hanya sekadar teman. Sementara semua temanmu, tahu tentang kita. Tidak adil memang. Dan selalu kamu permasalahkan, tentang aku yang sulit sekali membawamu ke lingkungan pertemananku.
Ku pikir, semuanya sudah ku hilangkan. Foto, pesan-pesanmu, bahkan kontakmu. Kecuali ingatan tentangmu, aku sengaja tidak menghapusnya, karena tidak ada ingatan yang benar-benar terlupakan. Dia hanya kubiarkan menumpuk, kemudian tenggelam oleh bahagia-bahagia lainnya. Aku bukan manusia yang tidak tahu diri. Aku ingat semua buncahan bahagia dan perih yang sesekali kau torehkan. Masih melekat semua tempat-tempat yang pertama kali aku atau kita kunjungi berdua. Perlakuanmu istimewa. Cemburumu tidak ada obat. Dan posesifmu, meresahkan. Tapi aku jadi tahu, bagaimana rasanya diinginkan. Yang selalunya aku rasakan untuk kekasih-kekasihku sebelumnya. Risih memang, tapi begitu caramu menjaga. Prinsipmu tak tergoyahkan oleh apapun. Aku mengerti tentang pendirianmu, dan tidak sedikitpun mencoba meruntuhkannya. Kamu membentuk aku menjadi pribadi yang bertolak belakang sifatnya dari adat yang mengalir turun temurun dari keluargamu. Aku kewalahan menuruti pintamu, tapi aku tahu, aku tidak sekadar menurut tanpa tahu apa itu baik atau tidak untukku, untuk kita. Kamu yang selalu bisa melenakan dengan suara dan gitar tuamu. Suara yang sekian ratus hari menjadi favoritku. Kamu yang serba bisa. Kamu yang selalu pertama maju di depan, dalam hal apapun itu. Aku baru mengerti, betapa kamu sungguh memiliki arti. Tiga ratus sekian hari, rasanya singkat sekali. Aku tidak sedang menyesali, aku hanya mengingat kembali, betapa hidupku pernah dipertemukan dengan orang baik yang paling mengerti. Walau pada akhirnya, harus terlepas. Tanpa ada yang tahu mengapa dan apa alasannya. Aku tidak ingin mencari tahu, tidak ingin mengulang. Semoga kita selalu dilimpahkan bahagia oleh semesta.

Selasa, 20 September 2016

Kurang



Ternyata kamu tidak terlalu hebat dalam hal membuatku jatuh sejatuhnya padamu. Kamu bukan orang penting yang harus kudahulukan perasaannya saat melakukan sesuatu. Masih saja aku mencari bahagia lain selain padamu. Masih saja aku mencari kesenangan lain yang lebih menyenangkan ketimbang kamu. Masih mencari nyaman lain saat jenuhku padamu tidak bisa kubendung. Kamu belum bisa membuatku benar-benar setia, membuatku untuk berpikir dua kali saat akan bepergian dengan lawan jenis yang bukan kamu. Kamulah alasanku untuk terus mencari yang lainnya. Karena apa yang ku cari tidak ada padamu. Bukan tidak ada, kurang. Sangat kurang sehingga aku masih mencari yang lebih. Ini salahku, salahku yang tidak pernah merasa cukup, merasah sudah. Bukankah ada pepatah mengatakan, jangan mudah puas, jangan mudah merasa cukup?
Tapi, aku terlihat seperti akan mati saat tidak ada kamu. Aku memang bergantung padamu, aku sedih saat aku merengek, meminta, tapi diacuhkan, didiamkan. Aku sungguh memiliki rasa padamu, tapi tidak sebanyak seperti yang kuperlihatkan. Tenang saja, ada baiknya aku seperti ini. Kamu tidak perlu bersusah payah menyenangkan, karena sudah banyak yang berlomba-lomba untuk menyenangkanku. Tetaplah pada sifatmu yang tidak terlalu menganggap aku ada, tidak memedulikan aku. Semakin banyak orang lain yang memedulikan aku, semakin berkurang rengekanku. Kamu tidak akan kesusahan lagi menghadapi aku yang terlalu banyak mau. Kurang baik apa aku.

Jumat, 19 Agustus 2016

Kasihan



Aku tidak bermaksud untuk menipu, pun menyakiti. Hanya saja, aku belum bisa meninggalkannya begitu saja. Sedari awal, aku memang sangat sulit untuk menjatuhkan hati pada satu wanita. Akan ada wanita-wanita lainnya setelah dia, yang mereka sebut dengan kekasihku. Atau pacar, klaim wanita yang merasa benar-benar memiliki aku, dan percaya bahwa hanya dia yang kuinginkan. Aku memang menginginkan dia, tapi aku pun menginginkan wanita lain yang selain dia. Meninggalkan, tinggal meninggalkan. Hanya saja, aku terlalu iba, melihat dia yang terlalu bergantung padaku, seakan hidupnya akan benar-benar sirna jika aku meninggalkan dia. Tidak ku kabari berapa jam saja dia sudah merengek. Aku menjaga hatinya, mungkin(?). tapi aku pun muak jika hidupku selalu dia yang mengitari, jenuh. Sungguh. Hingga aku pun mau tidak mau melakukan hal yang paling dia benci, hal yang dibenci semua manusia, maksudku. Aku terpaksa membohongi dia. Tak terhitung berapa kebohongan ku udarakan hanya untuk menenangkan wanita yang selalu menjadikan aku prioritas paling utama. Sementara dia berada jauh dari kata prioritas di hidupku. Terima kasihku kepada jarak. Jarak sangat membantu aku untuk bisa memiliki batas temu, batas waktu untuk bersama dia. Jika tidak ada jarak, bisa dibayangkan seperti apa hariku yang selalu dibelenggu dengan pintanya yang sangat tidak penting, menurutku. Aaah, jika saja dia bisa menemukan lelaki yang bisa dengan senang hati membahagiakan dia, memberikan semua waktu dan perhatian yang dia pinta. Aku akan sangat berterima kasih kepada lelaki itu. Tidak mengapa jika akhirnya aku diduakan. Kalau dengan begitu dia bisa lepas dariku, aku akan bahagia dan sangat merelakan. Mengapa bukan aku saja yang menduakan? Oh, tidak perlu kelakuanku harus diketahui olehnya. Itu akan sangat meremukkan perasaannya dan lagi-lagi menorehkan kepercayaannya. Aku hanya harus menunjukkan bahwa aku setia dan bisa dipercaya, aku tidak seperti lelakinya yang sudah-sudah, yang hanya bisa melukainya. Aku ingin membuat dia bisa memercayai seorang lelaki, walau kenyataannya memang tidak akan pernah ada lelaki yang bisa dipercaya atau setia. Aku agak menyesal memainkan peran ini kepadanya. Ternyata sangat melelahkan. Berpura-pura mencintai, dan setia. Kelakuan yang benar-benar berbanding terbalik dengan watak asliku. Aku hanya menunggu dia lelah, lelah dengan jarak, lelah dengan kecewa yang selalu mencercanya karenaku. Kecewa kecil saja sudah bisa membuatnya terluka. Bagaimana kalau ku buat kecewa yang lebih besar? Mungkin dia bisa mati. Wanita kesepian yang sangat malang, wanita yang sungguh sangat ingin memiliki manusia lain yang bisa dicintainya, dan berharap manusia yang dicintainya pun bisa melakukan hal yang sama sepertinya. Tetaplah bermimpi, sayang. Karena sampai mati pun, tidak akan bisa kamu memaksakan manusia lainnya akan melakukan hal seperti yang kau lakukan kepadanya.

Rabu, 06 Juli 2016

Begini

Lagi-lagi ini tentang kesetiaan, percaya, dan lelaki.
Bisakah dianggap tidak setia, seorang lelaki yang merengek memintamu untuk menikahinya, menggunakan Ibumu untuk nenyeretmu agar mau pulang dan memenuhi pintanya, tapi terungkap memiliki wanita lain?
Aku tidak punya perasaan apapun padanya, dan aku tidak pernah menginginkan dia menjadi pendampingku kelak. Tidak pernah menjanjikan apapun padanya. Berulang aku menolak pintanya. Tapi dia terlalu gigih untuk kemudian menyerah dengan hasratnya.
Namun, saat mengetahui perlakuannya yang demikian, aku sesak nafas. Entah mengapa merasa sangat kecewa. Lelaki yang ku kira benar menginginkanku, ternyata belum bisa menjaga kelakuan dan tuturnya.
Perkataannya yang hanya menginginkan aku dan bukan wanita lain saat ku suruh pergi menikah dengan orang yang selain aku, apa hanya rayuan? Agar aku jatuh, dan kemudian dibunuh dengan kecewa atas tingkahnya?
Sekali lagi, aku mempertanyakan, di mana letak kesetiaan? Iman percaya yang coba ku hadirkan pada setiap orang, seketika memudar. Tidak, aku belum meletakkan percayaku, karena aku tidak pernah mengharap apapun dari padanya. Untunglah. Tapi melihat yang demikian. Tidak percaya pun aku bisa dihempas olehnya. Bagaimana kalau tadinya aku memercayai dia?
Mau berdalih, dia melakukan hal demikian karena lelah atas penolakan dariku? Ya, kalau sudah ditolak, hentikan semuanya. Buang semua keinginan dan pinta yang dia umbar kepadaku dan Ibuku. Tinggalkan aku, biarkan aku bernafas tanpa dikungkung atas tekanan akan dia.
Mau menuding dia demikian karena memang belum ada kepastian apapun dariku dan dia berhak dengan sesiapapun sebelum terjadi ikatan? Tolonglah!
Ah, dan lagi, aku tidak sanggup membayangkan jika aku berada di posisi wanita yang saat ini menjadi kekasihnya, jika lelaki itu akhirnya menikah denganku, apa tidak hancur perasaan wanita itu?
Lelaki bajingan!

Rabu, 29 Juni 2016

Kacau!

Tentang wanita kesepian yang sangat menyedihkan. Sepertinya tak pernah cukup waktuku pun semuanya telah kuberi. Selalu kurang. Ada saja yang tidak mengena di kepalanya. Tidak pernah merasa cukup. Aku mulai kehabisan waktu untuk diriku sendiri, hanya untuk meyakinkan keraguannya, hanya untuk menjadi seseorang yang selalu ada untuknya. Tata suryaku mulai tidak terurus lagi semenjak dia kupersilahkan masuk. Aku kira dia akan membantu merawatnya. Aku salah! Semua dikacaukan oleh dia. Wanita laknat tidak tahu diri. Semoga kau mati dihempas oleh isi kepalamu sendiri. semoga ketidakpercayaanmu terhadap apapun bisa menuntunmu menuju kehancuran. Agar kau sadar, bahwa hidup tidak melulu tentang kau dan keiginanmu yang harus terwujudkan. Aku tidak akan mendoakanmu agar menemukan pria baik hati yang bisa dipercaya, dan akan selalu jujur tutur perlakuannya terhadapmu. Tidak. Karena memang tidak ada yang seperti itu. satupun tidak. Dan, sebelum kau meminta yang demikian rupanya, apa kau pun seorang wanita yang bisa dipercaya? Perlakuanmu apa sudah melambangkan kejujuran dan kesetiaan yang selalu kau junjung tinggi dalam setiap penuturanmu? Aku rasa tidak. Entahlah, aku terlalu malas menduga-duga. Aku harus melepaskan diri, semakin lama terkungkung oleh ikatan denganmu, hanya akan menghilangkan separuh dari diriku. Selamat tinggal, semoga kau meringkuk bahagia melihat hasil dari egomu yang tak mengenal sudah. Karena satu lagi orang yang berusaha membahagiakanmu terpaksa menyerah dengan tingkah lakumu.

Senin, 13 Juni 2016

Gunanya?

Untuk apa menikah jika kita hanya sedang berusaha membuat cerita baru tentang Broken Home?
Untuk apa menikah jika akan ada anak yang terkena dampak dari orang tua yang tidak benar-benar bisa menjaga keharmonisan di dalam "rumahnya"?
Bukankah kita semua dari keluarga yang berantakan? Keluarga yang hancur. Keluarga yang tidak lagi bisa mempertahankan kebaikan dari kekeluargaan itu sendiri?
Tidak, aku tidak mencoba untuk menjadi pesimis. Hanya saja, ujungnya sudah bisa dibaca.
Ya, yakini saja dirimu bahwa kamu tidak akan membawa keluargamu dalam kehancuran nantinya.
Yakini saja dirimu kalau kamu akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga keluargamu dari keretakan yang akan menggerogoti pernikahanmu kelak.
Menikahlah. Dan semoga kalian berhasil menciptakan keluarga harmonis bahagia tanpa cela di kemudian hari.

Sabtu, 23 April 2016

Pembual




Tentang seorang wanita yang selalu menuding bahwa dia manusia yang paling setia, dan sangat menjunjung tinggi nilai kesetiaan. Membuat pasangannya percaya kalau memang benar adanya demikian. Dan dia akan meninggalkan laki-laki tersebut, jika sudah tidak memenuhi standar kesetiaan yang dia anut. Tidak pernah terima saat mendapati seseorang yang dia anggap miliknya berbohong, tidak pernah berhenti mencurigai apapun yang membuatnya tidak aman. Demi egonya, dia tinggalkan laki-laki yang selalu berusaha menyenangkan dan membuatnya percaya, kalau sebenarnya memang tidak ada yang harus dicurigai, kalau sebenarnya kebohongan itu ada hanya untuk menjaga perasaannya. Bayangkan berapa banyak lelaki baik dan yang berusaha memantaskan diri untuknya, dibiarkan begitu saja karena ketidakpercayaannya,
Tidak ada yang tahu, bahwa perempuan ini sungguh wanita penipu ulung yang selalu bisa menutupi kecurangannya. Sejak awal, tidak sekalipun dia pernah setia. Tidak ada catatan setia di setiap hubungannya dengan lelaki yang pernah dia miliki. Dari awal hingga berakhir hubungan, dia selalu bisa menyembunyikan kecurangannya. Lalu dengan kelakuan seperti itu apa masih bisa dianggap dengan sebutan wanita? Apa masih pantas disebut manusia? Tidak pernah mau menerima perlakuan yang menurutnya sudah tidak baik dan melukainya, tapi dibalik itu dia menyimpan sangat banyak kecurangan.
Entah apa yang membuatnya berkelakuan seperti itu. Yang pasti, tidak ada lagi orang yang bisa dia percaya, bahkan dirinya sendiri. Percaya itu sangat susah dilakoni. Kita tidak pernah tahu, seperti apa orang yang kita percaya. Seperti apa kehidupan dibalik wajah yang selalu mereka pakai untuk menutupi semua sifat kelam yang tidak selayaknya diangkat kepermukaan. Seperti apa bodohnya kita percaya orang, yang bisa saja tertawa kegirangan karena sudah bisa mengelabui kita, yang berusaha percaya.



Minggu, 14 Februari 2016

Ada

"You're the reason for my laughter and my sorrow. And no matter how you hurt me, I will love you till I die. (Feist - Inside Out)"
Ada, saat di mana sebuah alunan lagu bisa dengan tiba-tiba kembali mengingatkan tentang semua hal yang sangat ingin kau lupakan. Hal yang tak bisa lagi kau rengkuh. Jangankan merengkuh, menatapnya saja kau tidak berani.
Ada, saat di mana, sebuah tempat bisa membuatmu kembali mengingat, bahwa di situ kau pernah bahagia dengannya. Tempat yang selalu kau hindari. Tempat di mana kau sangat berharap bisa berpapasan dengannya. Tempat di mana kau ingin sekali memintanya untuk datang, sebentar. Untuk bertatap, dan kemudian lari menghindar dari tatapannya yang selalu melemahkanmu.
Ada, saat di mana, sebuah gambar, bisa membuat dadamu tiba-tiba sesak, air mata mendesak, ingin sekali terisak.
Semuanya tidak hilang, tidak pernah, dan tidak akan bisa. Dia hanya tertumpuk oleh bahagia-bahagia lainnya. Dia hanya terlupakan sementara. Dia masih akan muncul. Dan itu pilihanmu. Ingin membiarkannya begitu setiap saat. Atau menepisnya.
Dan sekali lagi, waktu hanyalah penenang. Bukan penyembuh. Mari berdamai dengan diri sendiri. Sekian ngomong coro malam ini.
Selamat malam, selamat tidur. Muah...

Selasa, 12 Januari 2016

Krisis

Ketika percaya sangat sulit untuk dilakukan.
Ada yang bilang, kamu tidak percaya dengan orang tertentu, itu karena dia belum bisa membuat dirinya untuk bisa dipercaya.
Percaya dari kelakuan orang tersebut, atau dari diri kita sendiri?
Percaya karena kita memang mau percaya.
Atau karena orang tersebut mencerminkan, memperlihatkan, mencontohkan sesuatu yang memang akhirnya bisa membuat kita percaya?
Embuh. Percaya itu wagu.
Percaya sesuatu, percaya seseorang, sama saja menaruh hidup dan matimu dengan cuma-cuma atas nama percaya.
Pernah baca. "Even your shadow leave you in the darkness"
Gitulah pokoknya kata-katanya. Jadi, jangan mau percaya pada siapapun, bahkan bayanganmu sendiri meninggalkanmu di dalam kegelapan.
Trust no one. Believe nothing.
Intinya, pikir aja sendiri.
Muah.