Rabu, 11 September 2013

Her



Pikiranku tidak terarah penuh pada film yang sedang berlangsung. Pikiranku terarah padanya. Wanita di sampingku, yang sangat tegang melihat film yang sudah setengah jalan di putar. Ya, tatapanku tak lepas darinya, walau hanya separuh wajahnya terlihat akibat cahaya temaram ruang bioskop. Beberapa bulan belakangan, wanita ini memutar balikkan hariku. Dia telah memiliki kekasih, dan aku tahu dia tidak bahagia dengan kekasihnya. Kekasihnya tidak cukup baik untuk menjaga hati yang telah diberikan padanya. Tidak cukup layak untuk dijadikan kekasih lebih tepatnya.

Tapi yang membuatku heran, mengapa masih dia bertahan dengan kekasihnya yang selalu sibuk dengan dirinya sendiri, meninggalkan dia, tak pernah memberi kabar, tidak pernah memberi perhatian layaknya orang berpacaran pada umumnya.

Aku sedang memikirkan, apa lagi alasanku besok untuk bisa bertemu dan keluar bersamanya seperti saat ini. Aku ingin membagikan waktuku untuk membahagiakannya. Dari dua hari yang lalu alasan yang ku udarakan hanya menonton. Sengaja menitipkan dompet kemudian pura-pura lupa, dan sengaja meninggalkan kacamata di rumahnya agar keesokan harinya bisa bertemu lagi.

Berkali-kali ku lihat dia mengusap-usap tangannya. Damn! Dia kedinginan. Aku lupa membawa jaket. Apa jadinya jika aku menggenggam tangannya? Ahh pikiranku!

Aku ingin membahagiakan wanita ini. Tapi apa dia ingin dibahagiakan olehku?

Ya, Tuhan! Baru saja dia menoleh ke arahku saat aku sedang menatapnya dengan wajah yang sangat konyol. Dia melempar senyuman kearahku, senyuman penuh duka yang sedang berusaha ditutupinya. Sudah ku tekadkan! Dia pantas bahagia. Dan aku harus membahagiakan dia!!

Tapi, bagimana dengan kekasihku? Kekasih yang hampir 5 tahun ini menemaniku? Sungguh aku kalut dibuatnya!