Senin, 25 November 2013

Dilukai

Seringnya ku mengikat kesedihan di mulutku,
mengunyah lamat-lamat agar mudah untuk ku telan.
Tak sadar bahwa beberapa bagian yang masih liat perlahan mengendap di bawah permukaan dan terkadang memaksa lidahku untuk memuntahkannya.
Beberapa kali aku mengoyak secarik kertas yang penuh aksara kehampaan,
dan membuangnya bersama secarik yang lain.
Sampai aku beranjak pun kau tak pernah sadar bahwa rindu yang menemanimu mengandung patahan-patahan pilu yang tak bisa ku ungkapkan.
Aku tahu di balik cinta akan selalu ada air mata yang bergelayut di mata saat aku merengek agar kau mengurungkan niatmu untuk pergi berlenggang meninggalkanku.
Dan aku tersadar bahwa pelukanmu sungguh penenang jiwaku.
Tapi pelukan itu kau hadiahkan padaku agar aku tidak meraung-rauang memintamu untuk tetap tinggal.
Pelukanmu tak abadi, cintamu pun.
Ketiadaan yang memenuhi dada mulai meledakkan air mataku.
Kau semakin menyengsarakanku.
Kau menyeruput diammu dan mengudarakan sisa pilu yang belum kau berikan padaku.
Aku mendangak mengusap airmata,
kau tersenyum penuh kemenangan.
Aku tersenyum menutupi pedih.
Kita pulang.
Pilu ikut besertaku.

Lebih

Kamu lebih menawan dari hujan.
Lebih indah dari rintiknya hujan.
Lebih menyejukkan dari hawa saat hujan turun.
Lebih menenangkan dari suara rintik hujan.
Lebih mudah berbahagia saat kamu datang dari pada hujan yang datang.
Wangi tubuhmu lebih wangi dari aroma sebelum hujan.
Datangmu yang paling ku nanti, bukan hujan.
Pelukmu yang ku nanti saat hujan menggelinjang.
 

Selasa, 19 November 2013

Bagaimana

Cara mencintaimu sudah benar, katamu.
Lalu, karena siapa air mata ini berdesakan keluar?
Karena siapa dada ini sesak menahan sakit hati?
Karena siapa aku jadi tidak bisa percaya kamu lagi atas kelakuan-kelakuan kasarmu terhadapku?
Dan mungkin jika ada kesempatan buatmu untuk membunuhku,
Pasti akan kau lakukan.
Tak hanya sekali.
Tanpa tahu perlakuanmu itu sudah hampir membunuhku sewaktu-waktu.
Aku masih mencintaimu.
Akan selalu.
Pergilah, sayang.
dan kembali lagi jika sudah tahu bagaimana cara mencintaiku yang benar.

Minggu, 10 November 2013

Usai

Awan menggembung, menghitam.
Berhembus angin dari barat yang membelai rambutku.
Berantakan.

Perpisahan ini tak di-inginkan semesta.
Sepertinya.
Namun, kebersamaan kita,
Pun tidak pernah direstui manusia.

Bagaimana sang pemilik semesta menuliskan kita?
Mengapa jadi ada kubu yang bertentangan?
Apa dia kebingungan?
Apa dia bimbang?

Dia saja bisa kebingungan,
Masakan salah jika aku mulai meragukannya?

Ah, ternyata bukan tentang raguku padanya.
Ini tentang raguku pada kepercayaanku sendiri.
Aku makhluk yang sulit percaya, sayang.

Aku mulai mempertanyakan rencananya terhadapku.
Bukan terhadap kita.
Aku menganggap kita tak ada lagi.

Pikiran ini sedang mencoba untuk menerima
Hati mencoba untuk mengiyakan
Raga mencoba untuk ikhlas
Tubuh mencoba untuk melepas.

Batin mencoba untuk memahami,
Bahwa perpisahan ini adalah jalan, untukmu pulang, sayang.