Senin, 25 November 2013

Dilukai

Seringnya ku mengikat kesedihan di mulutku,
mengunyah lamat-lamat agar mudah untuk ku telan.
Tak sadar bahwa beberapa bagian yang masih liat perlahan mengendap di bawah permukaan dan terkadang memaksa lidahku untuk memuntahkannya.
Beberapa kali aku mengoyak secarik kertas yang penuh aksara kehampaan,
dan membuangnya bersama secarik yang lain.
Sampai aku beranjak pun kau tak pernah sadar bahwa rindu yang menemanimu mengandung patahan-patahan pilu yang tak bisa ku ungkapkan.
Aku tahu di balik cinta akan selalu ada air mata yang bergelayut di mata saat aku merengek agar kau mengurungkan niatmu untuk pergi berlenggang meninggalkanku.
Dan aku tersadar bahwa pelukanmu sungguh penenang jiwaku.
Tapi pelukan itu kau hadiahkan padaku agar aku tidak meraung-rauang memintamu untuk tetap tinggal.
Pelukanmu tak abadi, cintamu pun.
Ketiadaan yang memenuhi dada mulai meledakkan air mataku.
Kau semakin menyengsarakanku.
Kau menyeruput diammu dan mengudarakan sisa pilu yang belum kau berikan padaku.
Aku mendangak mengusap airmata,
kau tersenyum penuh kemenangan.
Aku tersenyum menutupi pedih.
Kita pulang.
Pilu ikut besertaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar