Ketakuan akan penyesalan di kemudian hari, tidak pernah
absen mengingatkanku, bahwa melepaskan bukanlah penenang. Meninggalkan tak
serta-merta membuat penyesalan menguap begitu saja setelahnya. Ketakutan
memiliki kekuatan tersendiri yang selalu bisa membuatku untuk tidak memutuskan
apapun sendiri. Rasanya baru kemarin aku menaburkan bahagia pada hati yang
habis-habisan dipatahkan. Kini aku harus dihadapkan untuk memperbaiki pecahan
hati yang kembali patah. Tidak, aku tidak akan mencari bahagia baru. Tidak
sampai bahagia itu yang datang sendiri menghampiri. Seperti bahagia yang baru
saja kemarin ku dapatkan, darimu. Mungkin aku yang tidak berhati-hati, hingga pada
akhirnya, aku dihadapkan pada kenyataan, bahwa mencintai kamu sebesar ini,
tidak cukup mempertahankan kita. Dan tidak selamanya cinta bisa melawan jarak.
Cinta masih akan terus mengental, tapi luka darimu pun masih akan terus
mengekal. Cinta masih sama aku tidak akan menyangkal. Aku harus belajar
menerima dan belajar percaya, bahwa semua akan baik-baik saja. Cinta masih
sama, dan percayaku hampir saja utuh padamu. Salahku yang belum bisa membendung
amarah, salahku yang tidak bisa berpikir sebelum berujar, salahku yang tidak
bisa memanjangkan sabar, salahku yang tidak bisa berkompromi dengan jarak.
Salahku, semua salahku! Aku kelimpungan, harus bagaimana? Mengapa orang yang
paling mencintai, selalu menjadi orang yang paling menyedihkan? Apa benar, kamu
datang bukan untuk menemukan, melainkan untuk meremukkan? Aku tidak pernah tahu
isi kepalamu, adakah aku di dalamnya? Aku pikir, sayangmu bisa mengalahkan ego
yang ada di kepalamu, seperti aku yang bisa membuang segala
kemungkinan-kemungkinan lain untuk memintamu kembali. Harga diri, tidak berarti
lagi saat ini. Yang penting, bagaimana caranya kita bisa memperbaiki ini
semuanya, bagaimana kita bisa meneruskan kembali yang sempat terhenti.
Bagaimana kita kembali berjuang seperti dulu, saat kita tidak memiliki apapun
untuk dijadikan pegangan. Sudah sampai di sini, terlalu disayangkan, terlalu
cepat untuk disudahi, terlalu cepat untuk aku bisa mencerna perpisahan ini. Aku
belum siap jika harus benar-benar kehilangan lagi. Andai aku bisa sepertimu,
yang bisa sangat mudahnya melepas, merelakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar