Kita yang dulu pernah satu, kini memecah. Berpindah tempat. Berlainan haluan.
Meninggalkanku untuk mencari bahagia yang lainnya. Beberapa janji, tak lagi
bisa ditepati. Beberapa mimpi yang diidam-idamkan berdua, kina hanya menjadi
mimpi tanpa arti, tanpa wujud. Ohh, betapa hati sangat tertoreh akibat pintamu
ini. Tidak terima dengan kenyataan, terlalu merasa tersakiti, karena terlalu
mencintai, entah kata apa lagi yang bisa kuungkapkan. Sepertinya aku harus
mengasingkan diri.
Tidak ada yang menyenangkan dalam perpisahan. Tidak ada yang bisa menahan
pergimu. Salahmu mendua, salahmu menyesatkan diri. Andai bisa, aku tidak ingin
menyakiti siapapun. Jika saja kamu bisa tetap tinggal, jika saja kita masih
bisa bersama. Perpisahan itu pahit, dan aku tidak bisa menelannya lamat-lamat. Jika
saja bisa, sejak awal aku tak ingin mengenalmu.
Kamu paling tahu aku, katamu. Kamu juga pasti tahu, aku masih
mencintaimu. Tetap mencintaimu saat kamu sengaja menyibukkan diri dengan
duniamu untuk menghindariku. Masih mencintaimu walau harus dibentak karena aku
yang mungkin terlalu bodoh untukmu, masih mencintaimu bahkan saat aku tahu, aku
bukan lagi wanita yang bisa menyenangkanmu. Masih mencintaimu walau
berkali-kali kakimu beranjak ingin menginggalkan aku. Masih mencintaimu walau
berkali-kali juga kamu mengatakan kamu membenciku dan tidak mencintaiku lagi. Kamu
juga sudah pasti tahu, kenapa aku semenyedihkan ini saat ditinggal pergi
olehmu.
Tak apa. Aku perlahan harus bisa menerima kenyataan kamu sudah tak cinta
lagi dan tidak ada alasan untuk kamu kembali lagi. Semua sudah diatur oleh
semesta.
Berbahagialah, aku tahu kamu selalu bisa bahagia tanpa aku mengitari
hidupmu. Kamu sangat merelakan, dan aku sangat menyayangkan.
Semesta bersamamu, sayang. Selamat pergi. Aku akan mengobati diri dengan
segera. Bahagiaku pasti ada pada orang yang selain kamu. Walau aku sedikit agak
ragu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar